Jumat, 22 Mei 2020

Cerpen Islami~Ajari Aku Mengaji~Nurmin

Cerpen Islami:
Ajari Aku Mengaji
Karya: Nurmin

Wanda yang berlari menuju ruangan perkuliahan, tak sengaja,  menyenggol lengan Rangga yang memegang buku,  Wanda meminta maaf dan memungut buku yang jatuh. ternyata Wanda dan Rangga sejurusan di kampus.
Wanda dan Rangga mulai akrab sejak saat itu, tanpa Rangga sadari bahwa Wanda agama Kristiani mengajak sholat dzhuhur, Wanda memberitahu Rangga bahwa ia agama Kristen. Rangga pun mohon maaf telah mengajak sholat. Wanda pun memahami hal tersebut. Walau mereka bebeda agama persahabatan mereka makin akrab. Hari Sabtu tak ada perkuliahan Wanda disuruh neneknya untuk mengajak Rangga ke rumah, Wanda ke kost Rangga,  Wanda tertegun mendengar suara Rangga yang merdu mengaji, Wanda tak jadi mengetuk pintu kost Rangga hingga Rangga usai mengaji dan membuka pintu kostnya, Rangga terkejut melihat Wanda terpaku di depan pintu kostnya. Rangga mengajak masuk Wanda, Wanda bagai dihipnotis, tak bicara hanya diam. dan tiba-tiba Wanda minta diajari mengaji. Namun Rangga menolak karena Wanda non-Islam. Wanda tetap memaksa untuk diajari mengaji. Rangga pun meminta Wanda untuk memohon izin kepada Ayah dan Ibunya memeluk agama Islam. Nenek Wanda sudah sering mengajak Wanda untuk memeluk Islam, tapi Wanda belum mendapat hidayah, nanti Wanda mendengar Rangga melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an dengan sangat merdu, Wanda mendapat hidayah dan ingin memeluk agama Islam.

Nama Pena:Nurma Rasikhah
Facebook: Nurmin Marzuki
Instagram: nurmin_alfarijra
Cerpen ini ditulis dalam rangka mengikuti kompetisi#RahmatUntukSemua2020-Kategori Umum."

Semburat pagi menyembur di balik celah-celah fentilasi jendela kamar Wanda. Wanda masih terlelap dalam tidurnya.
"Wanda, sudah pukul tujuh pagi." Nenek Wanda mengetuk pintu kamar Wanda dari luar. Wanda belum terdengar juga suaranya bahwa ia sudah bangun.
"Wanda, hari pertama masuk kuliah hari ini." Ungkap nenek sambil menggedor-gedor pintu kamar Wanda.
"Ada apa, Nek?" Wanda masih malas membuka pintu kamarnya.
"Buka pintu kamarnya Wanda, katanya mau dibangunin untuk ke kampus, hari ini katanya kuliah perdana." Ujar Nenek di balik pintu kamar Wanda.
Wanda cepat-cepat bangun dari tempat tidur dan membuka pintu kamar langsung ke kamar mandi.
"Mengapa Nenek tidak bangunin Wanda, aduh Wanda terlambat kuliah perdana hari ini pukul setengah delapan." Wanda berlalu meninggalkan neneknya menuju ke kamar mandi. Wanda pun secepat kilat berdandan tak ia hiraukan rambutnya yang menutup wajahnya.
"Wanda, sarapan dulu, sebentar." Nenek Wanda membuntuti Wanda dari belakang yang sementara stater motor Mionya.
"Wanda, buru-buru Nek, nanti aku terlambat kuliah, aku pergi Nek." Wanda mencium tangan Neneknya. Wanda pun berlalu meninggalkan rumah neneknya menuju kampus.
Wanda pun tiba di kampus, ia memarkir motornya. dan berlari menuju ruangan kuliah. di tengah jalan menuju ruangan perkuliahan Wanda tak sadar telah menyenggol seorang laki-laki yang berjalan agak lambat, maksud Wanda ia ingin menyalip dari laki-laki tersebut. Buku yang dibawa seorang laki-laki tersebut terlepas dari tangannya. Wanda menghentikan langkahnya.
"Maafkan aku, aku tak sengaja menyenggolmu ."  Wanda memungut buku yang ia senggol tadi.
"Tidak, apa-apa kok." Ujar seorang laki-laki tersebut sambil mengambil buku yang dipungut Wanda.
"Oh, ya, kita belum kenalan, aku Wanda." Wanda dan mengulurkan tangannya.
"Aku Rangga."  Menerima uluran tangan Wanda.
"Mahasiswa baru atau mahasiswa lama di sini dan jurusan apa kuliahnya, Rangga?"
"Mahasiswa baru, jurusan Akuntansi Kelas A." Rangga berbarengan jalan bersama Wanda.
"Kita sejurusan, ayo kita cari ruangan kuliah perdana kita, kurang lima menit kita akan terlambat." Wanda dengan melangkah lebih cepat meninggalkan Rangga yang masih berjalan dengan santai.
"Wanda, kuliah perdana kita akan masuk pukul delapan setengah jam lagi." Wanda pun menghentikan langkahnya.
"Mengapa tidak bilang, Rangga, bahwa kita masuk pukul delapan." Wanda tersengal-sengal kecapean lari tadi.
Wanda dan Rangga bersenda gurau telah sampai di ruangan perkuliahan, mereka duduk di kursi kosong di belakang. perkuliahan di mulai, mereka mengikuti dengan saksama ceramah mata kuliah umum yang disampaikan seorang professor.
Perkuliahan perdana telah usai, mahasiswa berlomba keluar dari ruangan, Rangga dan Wanda belakangan keluarnya. Mereka beriringan keluar dari ruangan perkuliahan menuju tempat parkiran.
"Rangga, yang mana motormu?" Wanda celangak-celengok mencari motor Rangga.
"Wanda, aku tak punya motor, ke kampus aku jalan kaki, aku sengaja mengantarmu ke parkiran, nanti ada yang culik gadis cantik sendirian berjalan." Rangga dengan senyum yang mengembang.
"Ada-ada saja, kau Rangga." Wanda memukul pundak Rangga.
"Kau bisa bawa motor toh, kalau bisa kau bonceng aku." Wanda menyerahkan kunci motor kepada Rangga.
"Bisa, tapi tunjukkan arah ke rumahmu" Rangga menerima kunci motor yang diberikan Winda padanya.
"Tidak usah antar aku sampai ke rumah, aku yang mengantarmu ke rumah, tapi kau yang bawa motor, tidak enak toh, perempuan membonceng laki-laki, nanti orang lihat kau dikira banci, ganteng-ganteng kok banci." Wanda tertawa lepas.
"Wanda, tertawa itu bagus, tapi sewajarnya." Ujar Rangga sambil menstater tangan motor Mionya Wanda.
"Iya, maaf, Rangga, kalau kau tidak senang aku tertawa lepas seperti tadi." Wanda menunduk.
"Ayo naik, lain kali  kalau mau tertawa sewajarnya saja, tidak baik jadi perempuan tertawa lepas seperti tadi." Rangga berkendara bersama Wanda.
""Singgah sebentar di warung makan, kita makan dulu, nanti aku yang traktir sebagai awal persahabatan kita dimulai." Ucap Wanda menunjuk warung yang ada di pinggir jalan.
"Seharusnya aku yang mentraktir sebagai seorang laki-laki." Ujar Rangga memberhentikan motor di tepi jalan depan warung makan.
"Tidak apa Rangga, ayo masuk!" Wanda mengajak Rangga masuk ke warung makan.
Wanda memilih tempat duduk yang dekat jendela terbuka. Wanda mengambil daftar menu dan menyuruh Rangga memilih menu yang disuka.
"Rangga, mau makan apa?" Wanda menyodorkan daftar menu.
"Apa yang kau pesan itulah aku pesan, Wanda." Rangga bingung mau memilih menu mana, Rangga tak pernah sama sekali masuk warung makan paling beli di pinggir jalan
"Rangga, selera kita kan berbeda belum tentu sama." Wanda kebingungan dengan teman yang baru ia kenal di kampus.
"Apa saja, Wanda, aku ikut aja." Rangga menyodorkan kembali daftar menu itu ke Wanda. Sementara pelayan telah menunggu dari tadi.
"Kami pesan ayam geprek dua piring tambah minuman es jeruk dua gelas." Wanda memberikan daftar menu yang telah diceklis ke pelayan warung. Tidak lama berselang, pelayan telah membawakan pesanan mereka. Mereka pun menyantap ayam geprek di atas meja. Usai mereka makan, mereka pun pulang.
"Ini kostku, Wanda, singgahlah sebentar." Rangga memberhentikan motor di rumah kost yang berdinding papan ukuran kost 3 X 4 meter per kamar.
"Iya." Wanda turun dari motor mengikuti langkah Rangga yang membuka kunci kamar kostnya.
"Maaf ya, Wanda melantai." Rangga mengambil karpet kecil yang biasa pakai untuk tidur dibentangkan di depan Wanda.
"Silakan, Wanda." Rangga telah selesai membentangkan karpet.
"Tidak usah repot, Rangga."  Wanda duduk melantai di karpet yang telah disiapkan Rangga.
Adzan dzuhur mulai dikumandangkan tidak jauh dari kost Rangga.
"Wanda, ayo ke masjid, soalnya di kost tidak ada mukena, di masjid disediakan mukena." Randi mengajak Wanda.
"Maaf, Rangga, aku agama Kristen." Wanda dengan wajah memerah ketika Rangga mengajaknya ke masjid.
"Oh, maafkan aku Wanda, aku tak tahu bahwa kau agama lain, sekali lagi maafkan aku, tidak ada maksudku mengajakmu untuk  ke masjid." Rangga merasa bersalah telah mengajak Wanda yang nonmuslim.
"Tak apa, Rangga, aku maklumi, aku juga salah tak memperkenalkan diri lebih detail, Papa agama Kristen Protestan asal Belanda, Mama agama Islam dari kota sini, mereka bermukim di Belanda sekarang, aku mengikut agama Papa, adikku mengikuti agama Ibu, aku tinggal di kota ini bersama nenek dari Ibu beragama Islam, kami hidup rukun dan saling toleransi di keluarga kami, orang tua tak memaksa harus mengikuti agama siapa, terserah kami, cuma aku yang dekat dengan Papa, maka aku ikut agama Papa" Tutur Wanda secara mendetail tentang keluarganya.
"Wanda, Bolehkah aku ke masjid, maafkan aku kau ditinggal sendiri di kost?" Rangga siap-siap ke masjid dengan memakai kopiah dan melapisi baju yang dipakai tadi di kampus dengan baju koko.
Ketika Rangga menuju masjid, Wanda menunggu di kost Rangga. Usai sholat dzuhur di masjid, Rangga kembali ke kostnya. Wanda pun pamit untuk pulang, di antar Rangga di depan pintu kost, Wanda menstarter motor Mionya berlalu dari kost Rangga.
"Besok pagi aku menjemputmu, Rangga barengan ke kampus." Wanda berlalu meninggalkan rumah kost Rangga.
"Okey Wanda, besok pagi aku menunggumu tidak boleh telat. " Timpal Rangga matanya tak lepas melihat Wanda melaju bagai pembalap handal.
Wanda bangun lebih awal, pagi ini bersemangat tidak perlu neneknya teriak-teriak memanggilnya. Ia urus sendiri sarapannya biasanya neneknya yang menyiapkan sarapan untuk cucu kesayangannya. Hingga neneknya merasa terheran-heran dengan tingkah Wanda pagi ini.
"Tumben pagi ini ceria cucu nenek, bagaimana kuliah perdananya kemarin, sudah ada teman yang dikenal, pasti cucu nenek yang cantik dan tomboy ini sudah akrab dengan teman kampusnya, cucu nenek kan mudah akrab dengan orang." Nenek Wanda mengajukan pertanyasn bertubi-tubi pada Wanda.
"Nek, mana dulu yang dijawab kebanyakan pertanyaannya, baik aku jawab satu-satu pertama kuliah perdana Puji Tuhan berjalan lancar, kedua aku berteman dengan lelaki bernama Rangga beragama Islam malah sudah akrab dan berikrar menjadi sahabat dengan teman sekampus yang tak sengaja kusenggol ketika aku berlari masuk ruangan perkuliahan. Dan kemarin aku antar Rangga ke kostnya, kusuruh dia membonceng aku karena dia tak memiliki motor." Wanda dengan sangat detail bercerita sambil sarapan pagi. Wanda memang terbuka pada neneknya tak ditutupi apa yang sedang dijalani maupun yang dialami.
"Pantasan cucu nenek yang cantik dan tomboy begitu ceria pagi ini, ajaklah Rangga bermain di sini, nenek ingin kenalan dengan sahabat barumu, Wanda." Ucap nenek menemani Wanda sarapan pagi.
Usai sarapan pagi, Wanda menyiapkan alat tulis dan buku kecil untuk catatan penting dari dosen dan ia masukkan dalam tas kampusnya. Ia pamit pada neneknya menjemput Rangga di kostnya menuju kampus. Ia pun menstarter motornya dan berlalu meninggalkan neneknya yang mengantar sampai depan rumah.
Wanda tiba di kost Rangga, ia mengetuk pintu kost Rangga samlai tiga kali belum ada tanda-tanda pintu kost Rangga dibuka. Rangga membukakan pintu masih memakai baju koko dan kopiah, wajah Rangga berseri-seri usai sholat Dhuha sehingga Wanda tercengang melihat perubahan aura Rangga usai sholat.
"Kau habis sholat Dhuha?" Wanda mengajukan pertanyaan kepada Rangga.
"Iya, Wanda, maaf telat buka pintu." Rangga mmbuka kost kamarny.
"Biar aku tunggu di luar saja." Wanda duduk di motor Mionya.
"Oke, aku gantian dulu ya, Wanda." Rangga tak menutup pintu kostnya. Ia biarkan terbuka.
"Aku sudah siap, kita meluncur kampus."  Rangga mengambil tas ranselnya dan beberapa buku di atas mejanya.
Rangga membonceng Wanda menuju kampus untuk mengikuti perkuliahan pagi sampai siang. Setiap hari Wanda antar jemput Rangga yang tak memiliki kendaraan roda dua. Mereka saling akrab. Tanpa disadari Rangga, Wanda diam-diam mulai jatuh hati kepada Rangga. Wanda mulai merasa desiran dalam hatinya berdegub bila Wanda menjemput Rangga untuk sama-sama ke kampus ketika Rangga membukakan kamar kostnya masih memakai baju koko dan kopiah hitam.
****
Sabtu pagi tak ada perkuliahan, Wanda yang biasa bertemu Rangga setiap hari merasa kesepian, ia jenuh tinggal di rumah, perasaan hatinya tak karuan bila sehari saja tak bertemu Rangga, ia ingin menyapa Rangga melalui handpone, Rangga tak punya handphone. Nenek Wanda melihat tingkah Wanda tak seperti biasanya, nenek Wanda menghampiri Wanda yang gelisah di ruang tengah, duduk sebentar, berdiri lagi berkali-kali Wanda lakukan.
"Wanda, ajak Rangga jalan-jalan ke rumah, Nenek ingin kenalan." Nenek menghampiri Wanda yang gelisah.
"Betulkah Nek." Wanda memeluk pinggang neneknya. Wanda kegirangan.
"Iya, pagi ini, sarapan bersama di rumah." Ucap Nenek Wanda tersenyum melihat wajah Wanda yang sumringah.
"Nenek mau siap-siap buat sarapan pagi, kau mandilah baru jemput Rangga." Nenek Wanda dengan senyum simpul.
"Baik, Nenek tercinta dan sayangku." Wanda mencium pipi kanan dan kiri neneknya, ia berlalu menuju kamarnya.
Wanda sudah selesai mandi. Ia pamit pada neneknya untuk menjemput Rangga dengan mengenderai mobil Honda Jazz hadiah dari Papanya di Belanda. Wanda jarang menggunakan mobil Honda Jazz kecuali urusan pribadi, ia tak suka pamer, ia hidup sederhana.
Wanda memarkir mobilnya di tepi jalan menuju kost Rangga, mobil tak bisa masuk di lorong kost Rangga, Wanda berjalan kaki masuk lorong. Suasana lorong Rangga mulai ramai yang lalu lalang. Wanda tak jadi mengetuk kamar kost Rangga, ia tertegun di pintu kost Rangga yang masih tertutup rapat. Ia mendengar suara yang mengaji di kamar Rangga, Rangga melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an dengan sangat merdu. Hati Wanda terhanyut dan merinding mendengar suara Rangga, ia lemas di depan pintu kost Rangga. Ia terpaku bagai dihipnotis. Rangga telah usai melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an, Rangga merapikan tempat tidur, dan menyapu lantai kamarnya. Rangga terkejut ketika ia membuka pintu untuk membuang sampah yang ada diserokan sampah.
"Wanda, aku tak dengar engkau mengetuk pintu kostku." Rangga terperanjat melihat Wanda telah berdiri di depan pintu kostnya. Wanda masih berdiri kaku di sana seolah tak mendengar Rangga menyapanya.
"Wanda, ada apa?" Rangga memegang bahu Wanda yang masih terpaku diam.
"Oh, tidak apa-apa." Ucap Wanda terkejut disadarkan dengan sentuhan telapak Rangga dilengan kirinya.
"Ayo masuk, aku buang sampah di depan." Rangga membawa serokan sampah yang berisi sampah menuju ke tempat pembuangan sampah yang telah disiapkan pemilik kamar kost.
Wanda masih terdiam belum juga masuk di dalam kostnya.
"Mengapa kau belum masuk di dalam Wanda, tidak seperti biasanya?" Rangga memperhatikan wajah Wanda yang pucat.
"Ah, tidak apa-apa, Rangga." Wanda yang masih terdiam tak banyak bicara.
"Kau duduklah di kursi." Rangga menuntunnya ke kursi.
"Sepertinya kau sakit, Wanda, wajahmu pucat, aku ambilkan kau air putih." Rangga menuangkan air putih di gelas dan memberikan pada Wanda.
"Minumlah, Wanda." Rangga menyodorkan segelas air putih. Wanda pun meminum air putih tersebut dan wajahnya mulai kembali segar tak pucat seperti tadi. Wanda menarik napas dan menangis tersedu-sedu bercerita.
"Aku ke sini, nenek yang menyuruhku untuk mengajakmu sarapan pagi di rumah, sekaligus nenek ingin kenal denganmu, setibanya aku di pintu kamar kostmu, aku mendengar kau lantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an  hatiku bergetar, seolah seluruh tubuhku lemas dan terdiam lama di depan pintumu, Rangga." Wanda melanjutkan ceritanya.
"Setiap nenek selesai sholat lima waktu selalu nenek tak lupa  mengaji walau hanya beberapa ayat, tapi baru kali ini kurasakan tubuhku lemas tak bertulang ketika kau mengaji, Rangga." Wanda meremas telapak tangannya terasa dingin.
"Rangga, ajari aku mengaji, aku ingin masuk Islam, nenek sering mengajakku untuk memeluk agama Islam tapi aku tak hiraukan permintaan nenek, tolong aku Rangga, sebelum ajal menjemputku, aku takut bila ajal menjemput, aku belum memeluk agama Islam." Wanda menatap mata Rangga yang berdiri di sampingnya.
"Wanda, bagaimana aku mengajarimu mengaji, sementara engkau belum mengucapkan dua kalimat syahadat sebagai pertanda seseorang memeluk agama Islam, dan kau harus minta izin pada orang tuamu untuk masuk Islam, dan tak ada paksaan dari orang lain tapi itu harus dari hatimu yang paling dalam, pikirkan baik-baik Wanda sebelum mengambil tindakan." Ujar Rangga untuk tak terburu-terburu mengambil tindakan sebelum membicarakan kepada keluarga tentang pilihan hatinya memeluk Islam.
"Kalau begitu aku telepon orang tuaku sekarang?" Wanda mulai mencari kontak ayahnya di ponselnya.
"Wanda, jangan sekarang telepon orang tuamu, tenangkan hati dan pikiranmu.," Rangga menahan lengan Wanda yang telah menelepon ayahnya. Ayah Wanda berkali-kali memanggil Wanda untuk bicara.
"Hello, Hello, Hello, my little girl, whats wrong my little girl." Ayah Wanda dari Belanda menyapa Wanda dengan gadisku. Wanda lama tertegun, dan akhirnya ia berbicara dengan ayahnya.
"Daddy, I am sory, i want to become a moslem." Wanda sangat lancar berbahasa Inggris.
"Why my little girl?" Ayah Wanda datar suaranya bertanya pada anaknya.
"I cam guidance with the sound of reciting the Qur'an." Wanda menjelaskan pada Ayahnya.
"Ok, good, study Islam seriosly, my little girl, ask your friend or religious experst."
"Thanks my Daddy, i love you Daddy, da....da....da....da...., Hmmmma" Wanda berpamitan dengan ayahnya.
"Papaku sudah setuju Rangga, apalagi yang ditunggu, bawa aku di imam masjid untuk mengucapkan dua kalimat syahadat." Wanda meminta kepada Rangga untuk membawanya ke imam masjid.
"Baiklah, Wanda." Rangga mengajak Wanda ke rumah imam masjid di tempat ia kost. Setibanya di rumah imam masjid mereka menunggu di masjid.
"Assalamu alaikum." Imam masjid mengucapkan salam kepada Wanda dan Rangga yang telah menunggu di masjid.
"Nak Wanda, apakah Nak Wanda telah siap untuk memeluk islam tanpa paksaan atau ajakan siapapun?" Imam masjid bertanya pada Wanda.
"Iya, Pak Imam, saya ingin memeluk Islam dari hati nurani saya bukan paksaan atau ajakan seseorang, ikhlas dari hati." Wanda mengucapkan ikrar janji dengan tulus untuk memeluk islam.
"Baiklah, Nak Wanda, seseorang memeluk agama Islam harus mengucapkan dua kalimat syahadat, ikutilah ucapan saya.
"Ashadu ala ilaha illallah." Imam berucap. Dilikuti Wanda, imam melanjutkan lagi "Wa ashadu anna muhammadarasulillah," Wanda mengikuti ucapan imam. "Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah." Imam menjermahkan dua kalimat syahadat dan diikuti Wanda.
"Alhamdulillah, Nak Wanda, engkau telah memeluk agama Islam, dan Nak Wanda banyak belajar dari Nak Rangga tentang sholat dan yang berkaitan dengan islam atau baca buku-buku agama, atau bisa mengikuti majlis ta'lim." Wanda mengangguk mendengar penjelasan imam masjid. Rangga dan Wanda pun pamit izin pulang.
"Rangga, aku sekarang sudah memeluk Islam ajari aku bacaan sholat, dan mengaji, kaulah ustadzku." Wanda menatap wajah Rangga.
"Baiklah Wanda, aku bersedia, mulai besok sore setiap hari aku akan ajari bacaan sholat dan membaca Iqra kalau sudah bisa bacaan Iqra lanjut mengaji Al-Qur'an." Rangga menyanggupi akan mengajari Wanda.
"Rangga, kita langsung ke rumahku, sebelum ke rumah, kita ke mall mau beli jilbab dan baju gamis untuk kupakai sebentar dan seterusnya." Wanda melangkah kakinya dan meninggalkan masjid menuju ke tempat mobilnya parkir.
"Wanda, mau ke mana, mana motormu?" Rangga mengikuti langkah Wanda.
"Aku bawa mobil, kuparkir di tepi jalan." Wanda berhenti sejenak dan melanjutkan langkahnya.
"Silakan masuk." Wanda membukakan pintu depan mobil. Rangga pun masuk ke dalam mobil, Wanda pun masuk dan menyetir mobil Honda jazznya di jalan raya menuju Mall. Setibanya di Mall, Wanda memilih jilbab dan baju gamis sesekali meminta persetujuan Rangga tentang jilbab dan baju gamis yang dipilihnya. Rangga hanya mengangguk tanda setuju.
"Bagaimana Rangga, cocok nggak aku pakai ini." Wanda memperlihatkan jilbab dan gamis yang dikenakan.
"Cocok, kau tambah cantik dengan hijab yang kau kenakan." Rangga memuji Wanda.
"Ah, kau ada-ada saja, Rangga, ayo kita pulang." Wanda menenteng dua kantong tas plastik besar dan cepat-cepat Rangga mengambil dua kantong tas plastik yang dibawa Wanda. Mereka berdua meninggalkan Mall menuju ke rumah nenek Wanda.
Wanda membuka pintu pagar bagasi rumah neneknya dan memarkir mobilnya di sudut rumah. Wanda membuka pintu dengan memberi salam. Nenek Wanda menjawab salam menghampiri mereka berdua.
"Mau bertemu dengan siapa, Nak." Nenek masih pangling dengan gadis yang berhijab.
"Ini aku Nek, Wanda, aku sudah masuk Islam Nek, dan ini Rangga." Wanda memperkenalkan sahabatnya kepada neneknya, nenek Wanda belum memperhatikan Rangga, nenek Wanda masih pangling dengan hijab yang dipakai cucunya.
"Betulkah kau, Wanda cucu nenek tersayang." Memeluk cucunya penuh haru.
"Sudah, Nek, ini Rangga, katanya ingin kenal dan ajak sarapan pagi di rumah." Wanda melepas pelukan nenenk. Nenek pun berkenalan dengan Rangga sahabat cucunya Wanda.
"Maaf, Nak Rangga, nenek masih pangling dengqn cucu nenek yang dengan tiba-tiba masuk islam fan memakai hijab.
"Nek, aku dapat hidayah di kost Rangga ketika Rangga melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an dan Papa mengizinkan aku memeluk agama Islam, Rangga membawaku ke Imam Masjid dekat kostnya untuk berikrar mengucapkan dua kalimat syahadat." Wanda bercerita pada neneknya.
"Nak Rangga, terima kasih telah membawa rahmat kepada cucuku Wanda memeluk agama Islam." Nenek Wanda bersalaman pada Rangga, Rangga membalasnya dengan mencium tangan nenek.
"Nek, masa tamunya tidak diajak masuk." Wanda mengingatkan kepada neneknya.
"Oh, iya, nenek hampir lupa, kita langsung ke ruang tengah untuk makan siang." Nenek mengajak Rangga.
Di ruangan tengah, mereka makan sambil bersenda gurau.
"Nek, mulai besok sore, aku dituntun oleh Rangga menghafal doa sholat lima waktu, membaca Iqra kalau aku sudah tahu bacaan Iqra lanjut mengaji Al-Qur:an besar." Wanda menatap wajah Rangga, Rangga cuma tersenyum simpul.
"Alhamdulillah, Nak Rangga mau menuntun Wanda belajar agama Islam." Nenek berkali-kali mengucapkan terima kasih pada Rangga.
"Nek, mulai hari ini dan seterusnya, Rangga adalah ustadzku yang akan mengajari banyak hal tentang Islam yang utama aku bisa menghafal doa sholat lima waktu dan diajari mengaji oleh Rangga." Wanda tersenyum bahagia sambil menatap Rangga sahabatnya yang  ikut tersenyum di samping nenek. Rangga sahabatnya  yang telah membawa rahmat bagi dirinya dan mendapat hidayah dari Allah swt memeluk agama Islam.
*****






























Tidak ada komentar:

Posting Komentar